WELCOME AND THANKS FOR VISITNG

Selasa, 24 November 2009

MANUSIAWI EUTANASIA

BATAS MANUSIAWI EUTANASIA

Pertama, cuma krn gw ntn Kick Andy yang temanya : EUTANASIA, gw jadi sedikit mempertanyakan ttg harga sebuah kehidupan yg ternyata, ‘priceless’ (silahkan utk tmn2 yg mau mengartikannya scr konotatif/denotatif). =)
Dulu sempet heboh di (kira2) thn 2004/2005, seorang wanita yg melahirkan anak ke-2 nya scr ceasar. namanya (kalo ga salah) Ny. Agian. Setelah operasi itu, keadaan almarhumah masih normal, senormal wanita pasca melahirkan ceasar. Namun bbrp saat, stelah 3x ditinggal suaminya menebus obat, tiba2 sang suami dikejutkan oleh kabar dr paramedis kalau istrinya itu (akan) meninggal! Entah krn prosedur/birokrasi rmh sakit yg kaya e’e, hrs nunggu 8 jam hanya utk msk ICU!!!!!! Gila! Lucu bgt : "MAU HIDUP AJA HARUS NGANTRI". Apa emg nilai kehidupan seorang manusia yg tanpa gelar bkn termasuk suatu prioritas? (hello Depkes . . . . ???????). And then, setelah masuk ICU, malah terjadi suatu kesalah medis yang (pastinya) tidak diakui oleh pihak rumah sakit. Ny. Agian malah jd koma. Terjadi penghambatan oksigen yg berakibat tidak adanya oksigen pd otak almarhumah & menyebabkan kerusakan otak permanen. Yg jg mengakibatkan ia tdk lagi dpt bicara, bahkan memiliki kesadaranpun tidak. Pihak rmh sakit tdk mau bertanggung jawab akan kejadian ini. (entah mau ngatain apalagi dgn kinerja rmh sakit yg sok suci itu, I’m out of words). Sang suami & keluarga berusaha menyembuhkan sang istri sampai pd batas finansial yang bisa dilakukan sang suami & keluarganya. Ia jg sudah berusaha datang pd DPRD Bogor (krn mereka adalah warga Bogor), namun ttp saja yg dihasikan adalah titik buntu. Sampailah pd keputusan eutanasia. Sang suami mengakui bahwa ia telah melakukan segala daya & upayanya namun ia juga tidak tega melihat penderitaan istrinya yg memang tidak bisa sembuh itu. Krn diperkuat faktor finansial, maka eutanasia tampil sbg satu2nya jln keluar. Daripada melihat penderitaan sang istri yg pada akhirnya akan meninggal, maka dibuat meninggal saja dgn cara terhormat, yg katanya tidak sakit itu.
Eutanasia (menurut dokter yang hadir di acara itu entah siapa namanya yg kalo ga salah dia itu ketua MEKK IDI ) adalah mati secara lebih terhormat. EU : lebih baik. Jd mngkn eutanasia jg bisa diartikan sbg cara mati yg lbh baik. Kriterianya adalah jika penyakitnya memang tidak dpt disembuhkan & akan merugikan pasien (dan pastinya keluarganya) jika ia dibiarkan tetap hidup dengan menanggung penyakit yang dideritanya itu. Selain itu juga krn faktor finansial di mana keluarga tdk mampu lagi membayar. (well, isn’t it frightening?)
Eutanasia dibagi jadi 2 : eutanasia aktif dan eutanasia pasif. Trus apa bedanya cara mati terhormat itu?
Menurut keterangan seorang mantan paramedis yg dirahasiakan identitasnya, yg prnh melakukan praktik eutanasia, eutanasia aktif adalah dibuat mati dgn sengaja. Maksudnya memang sdh ada persetujuan yg sah & legal antara dokter & keluarga pasien (bahkan jg melibatkan pemerintah!). Eutanasia ini bnr2 jln terakhir dmn emg ga ada cara lagi utk menyembuhkan si pasien. Kalaupun ada (menurut dokter) itu cuma keajaiban. So, didukung dgn faktor finansial, maka dpt dilakukanlah eutanasia itu.
Kalau eutanasia pasif (menurut keterangan dr org yg sama) adalah cara dgn “tidak sengaja” (trsrh tmn2 lagi mau mengartikannya gmn) dibuat mati. Caranya (dari yg prnh dilakukan di Indonesia) adalah dgn mencabut alat bantu napas/ventilator. Kalo utk gw, ini sama aja dgn pembunuhan!! Pembunuhan yg ironisnya disepakati oleh keluarga & pihak medis yg menangani orang itu. Bahkan pasien si calon mati itu pun tahu bahwa dirinya akan dicabut nyawanya oleh tangan manusia. Dan tepatnya oleh tangan tenaga medis!!! Prosedur pelaksanaannya pun disaksikan oleh si keluarga pasien sendiri. Dari si mantan paramedis yg prnh melakukan hal ini dia bilang prosedur pencabutan ventilator itu dilakukan di ruang ICU, dmn setelah ia mencabut alat bantu napas tersebut, mereka yg semua ada di ruang itu, harus memegangi tangan & kaki pasien yg meronta2 krn dicabutnya alat bantu napas tersebut. Kebetulan memang si pasien tersebut emg punya mslh dgn pernafasannya. Berarti sakitnya mungkin 2x lbh sakit dr org yg pernapasannya normal. Bukankah itu tontonan yg mengharukan?? Memang diakui oleh si paramedis itu sendiri, setelah ia melakukan eutanasia pasif tsb, ia tidak bisa tidur slm 5 hari. (hah, 5 hari??? Gw pikir dia akan dihantui sepanjang hidupnya krn melakukan pembunuhan tidak langsung!!!! Hebat sekali orang itu..) Ketika mantan paramedis itu ditanya tentang boleh atau tidaknya eutansia pasif tersebut, ia mengatakan SAH2 SAJA krn itu merupakan PERINTAH DOKTER. Namun setelah ia mendalami hukum kesehatan, itu adalah tindakan yang salah. Menurutnya pada kasus eutanasia pasif di atas itu, pasien tersebut masih bisa disembuhkan. Namun karena faktor finansial, maka diambil (dengan mudahnya) suatu keputusan bahwa sang keluarga akan menghadiahkan sebuah kematian dan itu pun diketahui sang dokter. Bila paramedis berpendapat bahwa pasien tersebut masih dapat disembuhkan, bagaimana dengan dokter yang kapasitas akan bidang mediknya jauh lebih di atas segala-galanya dari seorang paramedis yang notabenenya adalah bawahannya? Masa sih dokter sama sekali ga ada usahanya untuk menyembuhkan pasiennya itu kalau tahu si pasien sebenarnya masih bisa diselamatkan? Masa sih hanya karena masalah dana yang membuat seorang dokter ga mau meyelamatkan si pasien? Bukankah dedikasi seorang dokter (serta paramedis lainnya) adalah harus menjaga suatu kehidupan manusia? Well, patut dipertanyakan juga macam kehidupan apa yang dimaksud itu.
Jadi mungkin hierarkinya gini kali ya?
INCOME
↑*
DOKTER AHLI

PARAMEDIS

KELUARGA

PASIEN
Ket :
* baca : tergantung
suatu pasal yang mengatakan bahwa negara akan menanggung dana kesehatan jika warganya sudah tidak mampu lagi. Bila memang aplikasi pasal tersebut berjalan, mengapa harus ada eutanasia? Dari pihak rumah sakit menjelaskan bahwa tidak mungkin negara sanggup membayar biaya rumah sakit, di mana ada banyak sekali kasus seperti itu yang terjadi. Bayangkan saja jika ada suatu keluarga yang harus membayar biaya rumah sakit sebanyak 500juta lalu diakumulasikan dengan 1000 orang dengan kasus serupa. 500.000.000 x 1000 = 500.000.000.000. Trus kasus lain yang terjadi di lain waktu. Haah, bangkrut lah itu negara! (kata pihak rumah sakitnya sih gituuuuu…) tapi kalau emg bnr2 seperti itu, utk apa jg pasal itu ada?? Cuma untuk meniupkan angin segar manusiawi aja? Apa cuma mau menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang maha pengasih dan maha penyayang? Lagi dan lagi masyarakat dikecewakan oleh kebijakan yang dibuat sendiri oleh negara. Gimana masyarakat mau ga apatis terhadap apa yang dijalankan oleh pemerintah?
Hmmm, ini menjadikan gw berpikir betapa harga sebuah kehidupan itu sangat mahal. orang yang telah menyianyiakan hidupnya untuk bunuh diri dan terkadang dengan alasan yang ga masuk akal (misalnya malu krn ga bisa bayar SPP, dll). Sayang banget.. Padahal ada orang yang udah sakit kronis yang masih punya semangat hidup namun harus menyerah pada penyakitnya itu. Beri sedikit saja harga untuk kehidupan jika kamu tidak dapat lagi menghargai dirimu sendiri. Krn banyak sekali orang yang mengantri untuk mendapatkan kehidupan…
PS : sehat itu emang mahal bgt, tapi jika sakit akan lebih mahal lagi.. =) well, love your “life”

0 Responses to “MANUSIAWI EUTANASIA”

Back To Top